Cari Blog Ini

Senin, 17 Agustus 2015

Besi dan Kapas

Besi dan Kapas

Cerpen Karangan: asli4d.com
Lolos moderasi pada: 18 August 2015


Aku hanyalah gadis biasa. Sangat sederhana. Di saat teman-teman wanitaku yang lain penuh make-up di sekolah, memakai baju ketat dan rok pendek sekali, aku hanya bingung. Untuk alasan apa mereka begitu?
Belum pernah kutanya mereka satu persatu. Mengenalpun tidak semua. Aku sangat pendiam dan tertutup. Tidak menggosip di saat waktu istirahat tiba ataupun jam-jam kosong. Hanya duduk, belajar, pulang. Tidak ada yang berani mendekatiku. Teman dekat pun tidak ada. Paling dua-tiga orang yang menyapa, itu pun kubalas dengan senyum. Tidak lebih dari itu.
Sampai tiba saatnya aku mengenal rasa itu. Cinta. Aku tidak tahu sejak kapan ada rasa itu muncul dan menggerogoti hatiku, entah sejak kapan. Yang aku tahu, sejak saat itu semuanya berubah.
Ada seorang anak laki-laki yang elok rupanya. Sangat tampan laksana pangeran dari negeri dongeng. Hidungnya mancung, alisnya tebal, matanya bulat, dagunya lancip, rambutnya lurus. Senyumnya sangat manis, semua terasa sempurna. Entah kenapa aku baru sadar kalau ada makhluk setampan itu di kelasku. Duduk paling depan. Saat itu sedang mengambil nilai seni. Dia memilih menyanyi.
Duhai sungguh suaranya seindah mukanya. Aku menatapinya lekat-lekat. Raut wajahnya. Semuanya. Detik-detik berikutnya aku terpesona, hatiku berbunga-bunga. Apakah kumbang itu yang telah memekarkannya dalam hatiku?
Esok harinya semua berubah. Aku mulai bersolek, memakai bedak, menjepit rambutku, tetapi tidak berlebihan seperti teman-temanku yang lain. Entah untuk alasan apa pastinya. Hari-hari berikutnya aku sedikit terbuka, mulai bicara satu-dua kata, kalimat demi kalimat, dalam dua minggu kepribadianku mulai berubah.
“Membosankan ya?” tanyanya di secarik kertas. Saat itu sedang diskusi kelompok mata pelajaran bahasa Indonesia. Aku sekelompok dengannya. Dan dia duduk di sampingku, aku tertunduk malu.
“Mana yang lebih berat di ruang hampa, kapas satu kilo atau besi satu kilo?” tanyanya lagi. Kembali dalam secarik kertas. Aku melirik sedikit, mengambil pulpen dari dalam kotak pensilku. Menjawab dengan malas tetapi dalam hatiku riang.
“Sama beratnya” jawabku dalam secarik kertas itu. Menoleh sekeliling. Kelas berisik sekali. Ibu guru sedang sibuk di depan kelas, main laptop, entah apa yang dikerjakannya. Akhirnya ia berdehem-dehem menenangkan. Sempat hening lima detik, kemudian kembali berisik.
“Antara kapas dan besi. Kamu suka yang mana?” tanyanya kembali dalam secarik kertas. Aku meneruskan membaca kutipan novel di handbook bahasa Indonesia. Masih belum menemukan watak tokoh kutipan novel tersebut.
“Kapas itu putih, lemah. Besi itu hitam, kuat. Coba percikkan air, kapas akan semakin berat, besi akan semakin rapuh. Aku lebih suka kapas” jawabku. Memberi secarik kertas ke arahnya. Lalu melanjutkan membaca buku.
Aku bergumam, masih belum menemukan watak tokoh. Padahal sebenarnya sangat sederhana. Protagonis pasti bersifat baik hati, suka menolong. Antagonis pasti bersifat jahat, sombong. Apa susahnya? Tapi aku masih belum mengerti, walaupun tersurat ataupun tersirat, aku tidak mengetahui apa isi dalam hati tokoh tersebut. Bisa saja tokoh protagonis ini ternyata antagonis di akhir cerita. Siapa yang tahu?
“Masih belum menemukan watak tokohnya?” tanyanya lagi dalam secarik kertas. Aku linglung, kenapa dia bisa membaca pikiranku yang bingung?
“Sederet tanda tanya. Watak tokoh bisa ditebak. Watak orang siapa yang tahu? Coba aku bisa membaca pikiran tokoh ini seperti kamu membaca pikiranku. Antara Kapas dan Besi kamu lebih suka yang mana?” tanyaku.
Sudah satu menit, dia masih belum membalas, ada apakah gerangan? Aku risih, dia hanya diam sambil tersenyum. Manis sekali, detik berikutnya bel berbunyi. Kelas riuh. Orang-orang berhamburan. Aku diam, tak takut kesepian. Menunggu balasan kertasnya yang tak kunjung tiba.
Besok hari, satu kelas heboh. Pangeran dari negeri dongeng itu meninggal. Bukan kecelakaan, penyakit ataupun bunuh diri, tetapi meninggal tanpa sebab di atas tempat tidur. Sambil tersenyum. Manis sekali, detik berikutnya aku bersedih hati, menit berikutnya aku menangis tersedu-sedu, jam berikutnya aku menangis meraung-raung, hari berikutnya aku merenung-murung.
Kembali menjadi gadis biasa yang sederhana, tertutup dan menyendiri seperti kapas kering. Hingga suatu saat aku menemukan secarik kertas di dalam kotak pensilku. Lihatlah! Ternyata dia membalasnya.
“Aku lebih suka menjadi air. Yang membasahi kapas sehingga ia menjadi berat. Yang membasahi besi sehingga ia menjadi rapuh. Kamu kapas, aku air. Aku hanya dapat membasahimu sebentar, perlahan tapi pasti, aku pasti akan pergi, di penghujung waktuku, aku pasti menguap dipanggil mentari, menjadi uap, awan, lalu hujan, menjadi air untuk membasahi kapas dan besi lainnya yang sudah menungguku. Selamat tinggal”
Aku terdiam, menahan tangis yang sudah di ujung mata, pertanyaanku sudah dijawabnya. Aku sangat senang. Lantas aku mengambil secarik kertas, menulis sesuatu di atasnya.
“Untuk air, aku akan tetap menjadi kapas yang berat, meskipun tanpamu, aku akan lebih terbuka, ceria seperti gadis-gadis lainnya. Selamat tinggal,”
Lalu aku mengambil secarik kertas itu. Menenggelamkannya dalam hujan yang tiba-tiba saja turun ke seluruh penjuru kota. Di dalam hati, aku membayangkan ia tersenyum, manis sekali, detik berikutnya berakhirlah kisah ini.

lihat berita lengkap selanjut nya 
klik link di bawah ini:
email yahoo / ym : asli4d@yahoo.com
gmail : asli4d@gmail.com
twitter : asli4d_official
skype : asli4d
pin bbm : 2B915CD1

Tidak ada komentar: