Tentang Kita dan Secercah Senja
Cerpen Karangan: asli4d.com
Lolos moderasi pada: 13 August 2015
Langit oranye itu indah bukan? Percayalah, sesuatu yang indah tidak selamanya bertahan lama. Mereka hanya sesaat, sekejap, singkat —sangat singkat. Ya, senja memang sangat indah, karena senja tak bertahan lama. Ia hanya sesaat, sekejap dan sangat singkat.
Belum beberapa saat sang senja bertahan di atas sana -menghiasi langit yang tadinya biru kini mengoranyekan dirinya membuat takjub bagi setiap manusia yang melihatnya- senja secara lambat laun namun pasti menghampiri sebuah ufuk -ufuk barat ufuk tempat bagi sang senja bernaung dan terlelap dikala malam tiba- lalu ia akan kembali untuk esok hari, lusa dan selamanya di saat dia ingin kembali.
Itulah senja, sebuah keindahan singkat yang menginginkan kebebasan karena itulah senja. Sebuah anugerah keindahan yang selalu dirindukan dikala sore hari menjelang.
Senja kini mengahmpiri langit sore, di sore itu ada sebuah -maksudku seseorang yang berjalan mengarah kepadaku.
Berjalan seorang wanita yang kukenal itu -yang dulu sempat menaruh hatinya kepadaku, yang dulu sempat aku panggil kekasih- dari kejauhan siluetnya begitu indah, ketika ia mendekat. Baru aku bisa melihat keindahannya yang utuh.
Wanita itu begitu anggun, ia mengenakan dress selutut tanpa lengan berwarna biru langit dengan sedikit corak oranye di bagian pingang kiri, kakinya telanjang, tak ada sepasang sandal pun yang terjepit di kaki manisnya itu, rambut legamnya begitu indah.
Ditambah sebuah halo kecil yang berada di atas kepalanya menambah dirinya semakin cantik. Sepasang sayap bercahaya tertempel cantik di punggungnya yang dahulu sempat kurangkul itu. Kupandangi ia dari kejauhan, malaikat itu sangat cantik -bahwa aku tahu betul jika malaikat tidak berkelamin, wanita bukan dan pria bukan- tapi, dia adalah malaikat dalam hatiku.
Ia berjalan santai mengarah kepadaku, ia tak melangkah, melainkan ia berjalan dengan kedua sayapnya, setiap kepakkan sayapnya pasti bermakna ganda. Makna dalam artian yang berbeda. Kehidupan dan kematian misalnya.
Malaikat itu terbang menhampiriku melewati bibir pantai, ia tersenyum. Senyumnya begitu indah seperti keindahan sang senja. Tapi keindahan itu tak singkat, senyumnya adalah keindahan yang bertahan lama. Karena ia tak terburu-buru untuk bersembunyi di balik luasnya lautan dari buasnya sang malam.
Dan kini aku pun menghampirinya setengah berlari, lalu lariku yang setengah ini menjadi sepertujuh, bukan… maksudku lariku sudah sepenuhnya berlari, menghampirinya yang beberapa meter lagi bisa aku peluk dengan cintaku.
Tapi nihil. Dunia kita berbeda tak lagi sama, dan dirinya hanyalah bayangan semu, aku mungkin sedang bermimpi malam ini, jika betul ini hanyalah mimpi, pintaku hanya satu, biarkan aku terlelap dalam mimpi indahku seperti sang senja yang terlelap di ufuk barat itu, bersamanya.
Itu saja cukup bagiku. Sangat cukup.
Widyantera Wiratmadja. Tentang kita.
Kini kita tak lagi sama. Kita bukanlah kita yang dulu lagi. Kita bukanlah lagi sepasang anak kecil yang tiap sorenya diisi dengan bersepeda bersama menulusuri jalanan aspal hitam menuju pantai favorit kita, Lovina.
Atau, berlarian saling mengejar harapan di pematang sawah dan meninggalkan jejak-jejak kaki kita di setiap langkahnya. Kita bukanlah lagi kita. Kini berbeda, semuanya tak lagi serupa. Aku yang dulu mengharapkanmu kini tak lagi mengharapkanmu, kamu yang selalu menunngguku kini juga tak pernah lagi menungguku. Kita bukan lagi sepasang kekasih yang saling mengelukan kata cinta. Kini semua itu telah musnah.
Kita bukan lagi kita yang dulu. Kamu pasti tahu itu, kita tak lagi saling merindu walau perbedaan tempat dan waktu yang menggangu. Kita bukan lagi kita yang selalu menginginkan pejumpaan di saat di antara kita ada kesepian.
Kamu kini berbeda. Bukan lagi kamu yang dulu kukenal, yang dulu sempat menemani hari-hari di masa kecilku dan tiba-tiba saja waktu berjalan tanpa henti, kita yang kecil pun beranjak dewasa, di bangku SMA kita masih tetap bersama-sama. Banyak aktifitas yang sering kita lakukan bersama, berdua.
Hingga tiba saatya rasa itu tiba-tiba datang menghampiriku, aku tahu aku bukanlah lagi seorang pria yang hanya mengharapkan persahabatan darimu. Egoku berkata lain, egoku menginginkanmu. Menginginkanmu untuk menjadi kekasihku.
Dan hari itu pun tiba, di sebuah sore yang indah. Kuberikan gelang manik-manik buatanku di saat kamu mengatakan sesuatu yang tak ingin aku dengar. Kamu berkata kamu akan pergi meninggalkanku untuk sementara waktu dengan nada lirih. Terdengar parau, ada kesedihan di dalam nada bicaramu itu. Walau kau tak menunjukkan kesedihan itu dengan air matamu, tapi telingaku mampu mendengar kesedihan itu yang terselip di balik kata-katamu. Nada parau itu.
Disaat kita berpisah. Satu tahun kita lewati dengan biaa-biasa aja, tanpa ada cacat sedikit pun di antara hubungan kita, setahun kemudian aku mulai sedikit mengurangi mengirimimu pesan, aku terlalu fokus dengan UN-ku. Kamu juga sama, tak pernah lagi mengirimiku sebuah surat.
Dua tahun kemudian. Semuanya sirna, terlahap, termakan waktu. Ada sedikit hal yang aku sadari di saat kamu tak membalas surat-suratku. Kamu tak membutuhkanku lagi. Lalu aku mendengar sebuah kabar bahwa kau sudah dilamar oeh seseorang yang selama ini menemanimu di sana. Begitu sakit hatiku di saat mendengar kabar itu, ingin mati saja rasanya di saat kamu pergi dariku. Lebih tepatnya, kamu pergi dari hati dan hidupku.
Inilah faktanya, sudah lama aku merasa kehilanganmu. Merasa bersalah atas apa keputusan ibuku atau merasa bersalah saat dulu kau kurelakan begitu saja untuk berpindah kewarganegaraan ke Amerika sana. Salahku juga tidak bisa merebut kembali apa yang dulu telah kita ikrarkan bersama -sebuah janji yang merangkap menjadi sebuah hubungan spesial- kekasih.
Aku tak mampu merebut kembali itu semua. Aku tak kuasa, ditambah dengan keadaan, bahwa pada saat itu kau memang betul-betul terlelap di dalam pelukannya, terlelap di dalam hatinya, terlelap juga untuk selalu mengelukan cintanya. Bukan aku yang mampu melakukan itu semua. Tetapi dia, seseorang yang telah merebutmu dari pelukanku, mengambil jiwamu dari benakku dan merebutmu dari sebuah cinta yang aku berikan.
Maaf beribu-ribu maaf pun tak berguna. Percuma, semuanya sia-sia. Kini kau telah pergi jauh dariku, tak akan lagi aku dapat melihat senyummu, tepatnya meraba bibir manismu di kala kamu tersenyum atau melihatmu tertawa karena leluconku yang menurutku sebenarnya tidak lucu. Tak dapat lagi kau kucumbu, kupeluk erat tubuh hangatmu lalu kuresapi wangi tubuhmu sebuah wangi yang dirindukan oleh nafsuku. Nafsu untuk selalu mencintaimu.
Widy. Tanpamu aku kelabu. Bukan lagi secerah mejikuhibiniu seperti dulu. Di saat kamu selalu ada di sisiku, menemani setiap detik di hari-hariku dan selalu setia untuk bersantai dan menyapa senja bersama.
Semua hal itu aku rindukan. Menurutku, bukan takdirlah yang memisahkan kita. Tapi akulah yang membuat perpisahan itu terjadi. Akulah yang dengan rela melepasmu begitu saja untuk berpindah berkewarganegaraan. Aku juga yang tak dapat membawamu kembali ke Indonesia sebab serba kekurangannya Indonesia terlebih kekurangan diriku pribadi.
Lalu, aku jugalah yang tidak bisa menyelamatkanmu dari mautmu. Ajalmu itu sesungguhnya tanpa aku sadari, akulah yang membawakannya untukmu. Tapi kini. Kini aku hanya bisa menangis tepatnya, menyesali apa yang telah aku lakukan dan tidak dapat aku lakukan seraya mencucurkan air mata penyesalan, menangis di hadapan nisan cantikmu, menyesal di ruang makammu, merindu di kala bunga-bunga cantik itu menaburi seluruh permukaan tanah yang menutup dirimu. Sesosok diri yang aku rindu.
Selamat tinggal kekasihku. Terlelaplah dalam damai, berlindunglah dalam setiap doaku. Tetaplah berceria kamu di alam yang baka itu seperti kamu ceria saat bersamaku di sini. Kehidupanmu di sini memang telah berakhir, amal perbuatanmu kini sedang diperhitungkan oleh tuhan sang maha pencipta.
Kekasihku.
Aku masih ingat janji itu, jika kita tak berjodoh di dunia maka bagaimanapun caranya kita harus berjodoh di surga sana. Semoga Allah mendengar doa kita, semoga dia merestui hubungan kita. Biarlah para malaikat nanti yang menjadi penghulu di pernikahan kita.
Salam rindu dari kekasihmu ini —lebih tepatnya mantan kekasih dan mantan sahabat di masa kecilmu- Rest in peace ya sayangku.
…
Ya benar.
kini ia telah pergi. Kepergiannya yang tak akan pernah kembali. Tubuhnya ang sempat kurangkul dulu kini telah menghilang dari bumi. Tak dapat lagi kujumpai, sayang sekali.
Widy. Andai saja kau tak pergi meninggalkanku, mungkin ini semua tak akan terjadi. Tak akan ada pengganggu di antara kita berdua. Tapi siapa yang tahu? Namanya juga takdir.
Mudah-mudahan kau betah bernanung di sana, seperti aku yang betah bernaung di hatinya sekarang dan secercah cahaya yang bernaung di ufuk barat dengan sesuka hatinya.
Kisah ini belum selesai.
lihat berita lengkap selanjut nya
klik link di bawah ini:
email yahoo / ym : asli4d@yahoo.com
gmail : asli4d@gmail.com
twitter : asli4d_official
skype : asli4d
pin bbm : 2B915CD1
Itu saja cukup bagiku. Sangat cukup.
Kini kita tak lagi sama. Kita bukanlah kita yang dulu lagi. Kita bukanlah lagi sepasang anak kecil yang tiap sorenya diisi dengan bersepeda bersama menulusuri jalanan aspal hitam menuju pantai favorit kita, Lovina.
Kekasihku.
…
lihat berita lengkap selanjut nya
klik link di bawah ini:
email yahoo / ym : asli4d@yahoo.com
gmail : asli4d@gmail.com
twitter : asli4d_official
skype : asli4d
pin bbm : 2B915CD1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar