Cerpen Karya asli4d.com
Namun akhir-akhir ini, Raka tak seperti biasanya. Ia sering murung tanpa alasan. Saat aku tanyakan mengapa ia murung, ia tetap diam saja. Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Saat aku melihatnya di kantin sendirian, aku mencoba untuk menghampirinya & menanyakan apa yang tengah terjadi padanya. Saat aku duduk di dekatnya, aku tak tega melihatnya saat itu. Ia melamun sambil memandangi minuman dihadapannya itu. “Raka, kamu kenapa? Akhir-akhir ini aku liat kamu kok kamu sering melamun? Ada apa?” tanyaku penasaran. Tapi Raka tetap bungkam, ia tak mau menjawab perkataanku tadi. “Raka, kalau ada masalah cerita sama aku ya.” kataku. “Aku baru putus sama pacarku.” akhirnya Raka cerita juga. Tapi...apa yang dia bilang? Baru putus? Iya ampun aku pikir ada masalah serius dengannya. Raka, seorang cowok yang aku kenal selama ini, cowok yang selalu riang tapi bisa bersikap begitu setelah putus dari pacarnya? Aku benar-benar nggak nyangka. “Raka, kamu itu cowok. Kamu harus tegar dong. Masa’ gara-gara diputusin aja udah sering ngelamun kayak gini? Kamu itu jangan...” belum selesai aku bicara Raka langsung memotong ucapanku. “Kamu nggak tau apa-apa, Rara. Selama ini aku sangat menyayanginya.!” katanya. Aku tak percaya dengan apa yang aku hadapi saat ini. Aku mencoba menenangkannya tapi ia malah memarahiku. “Apa yang salah denganku, Raka? Aku cuma ingin membantumu. Sebenarnya aku nggak mau ikut campur masalahmu ini, tapi aku nggak tega ngeliat kamu terus-terusan murung kayak gini. Buat apa kamu masih mikirin dia yang telah menyakitimu?” mendengar perkataanku ini justru membuat Raka marah padaku, “Aku nggak mau dikasihani, apalagi sama seorang cewek seperti kamu! Sebelumnya, aku juga nggak minta kamu buat nasihatin aku, bukan?”
Apa aku tak salah dengar barusan? Raka berbicara seperti itu padaku? Apa yang ada di pikiranmu saat ini, Raka? kenapa kau bisa berkata seperti itu padaku? Rasanya ada gejolak dalam perasaanku ini. Aku berusaha menahan rasa marahku ini padanya, aku nggak nyangka Raka bisa berkata seperti itu padaku. Seketika itu aku langsung pergi meninggalkannya. Meninggalkannya sendiri dalam kesedihannya itu.
Semenjak kejadian itu, aku sama sekali belum berbicara apa-apa lagi padanya. Saat bertemu dia pun, aku memilih untuk diam padanya. Rasanya teman yang dulu aku kenal itu, teman yang selalu riang, selalu bersamaku. Kini ia telah menjauhiku. Aku benar-benar nggak ngerti apa yang ada di pikirannya saat ini. Menjauhiku? Apa itu jalan keluarnya, Raka? Lamunanku berhenti saat hpku bergetar saat itu. Kubuka hpku dan ternyata...
1 message from Raka. Seketika itu aku langsung membacanya.
“Rara, aku minta maaf soal kejadian waktu itu di kantin. Gara-gara kejadian itu, hubungan pertemanan kita jadi renggang. Aku nggak tau kamu masih marah sama aku apa enggak. Yang jelas aku minta maaf padamu atas kelakuanku waktu itu. Sebagai rasa maafku, aku mau ngajak kamu makan nanti pas pulang sekolah. Kamu mau kan?”
Kumasukkan hpku ke dalam tas. Aku tak mau membalas pesan dari Raka. Aku tak tau apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Iya meskipun ia telah meminta maaf padaku, tapi rasanya hati ini masih berat untuk memaafkannya. Aku pergi ke kantin untuk membeli makanan & aku pun pergi ke taman sekolah untuk menenangkan pikiranku. Melihat keindahan taman sekolah, sejenak dapat melupakanku akan masalahku dengan Raka. Tak lama kemudian teett..tett..teettt... bel masuk pelajaran terakhir telah berbunyi. Segera aku berjalan menuju kelas dengan wajah yang muram.
Sesampainya aku di kelas, kubuka hpku saat itu. Saat kubuka ada 10 pesan dari Raka & 3 misscall darinya. Isi smsnya sama. Meminta maaf padaku & mengajakku makan. Dengan berat hati aku langsung membalas pesan darinya :
“Iya, aku mau.”
Tanpa berpikir panjang aku langsung mengirim pesan itu. Tak perlu mengetik pesan panjang-panjang. Toh, dia pasti sudah mengerti kalau aku masih marah padanya.
Sepulang sekolah Raka menungguku di depan sekolah dengan sepeda motornya. Ia mengajakku ke kedai siomay kesukaanku yang letaknya tak jauh dari sekolah. Sesampainya disana, Raka langsung memesan 2 porsi siomay. Aku masih diam saat itu, seketika itu juga Raka langsung bertanya padaku, “Aku minta maaf Rara. Aku tau kamu masih marah padaku atas sikapku yang terlalu kasar padamu. Maafkan aku ya Rara.” katanya sambil tersenyum dihadapanku. Melihat senyumannya yang manis itu, tak tega rasanya jika tidak memaafkannya. Aku pun langsung menganggukkan kepalaku. “Tapi, kalau kamu udah maafin aku. Kenapa kamu masih murung? Apa kamu nggak ikhlas maafin aku?” tanyanya penasaran. “Ehm enggak kok. Aku nggak apa-apa. Aku udah maafin kamu. Aku senang melihatmu nggak sedih lagi.” kataku seketika itu sambil tersenyum dihadapannya. Kalau boleh aku akui padamu, Raka....aku sangat sedih kalau kita bertengkar kayak gini. Baikan lebih baik, bukan? “Wei, kok malah diam? Ada apa?” sontak Raka langsung membuyarkan lamunanku saat itu. Aku sontak menggeleng padanya. Tak lama pesanan kami datang. Sudah lama rasanya makan bareng sama Raka. Hmm, hari ini bisa dibilang hari yang paling bahagia buatku.
“Oh ya, ada yang mau ceritain ke kamu. Berita yang paling membahagiakanku.” katanya sambil tertawa lebar. “Apa itu?” tanyaku penasaran. “Kemarin, aku baru aja balikan sama Putri. Kamu tau nggak, Rara. Aku seneng banget. Pokoknya mulai sekarang aku akan menjaga hubunganku ini dengan Putri. Aku sangat sayang padanya jadi aku nggak mau kehilangan dia untuk kedua kalinya.” katanya sambil tersenyum riang. Seketika itu pun aku terdiam. Apa? Balikan? Raka sama Putri balikan? Apa aku tak salah dengar? Kata-kata yang baru keluar dari mulutnya Raka begitu menusuk hatiku. Apa yang tengah terjadi padaku? Kenapa aku tak begitu senang mendengarnya? Apa aku selama ini.... Ahh, tidak mungkin.
“Rara, ada apa? Kelihatannya kamu nggak begitu senang mendengarnya?” tanyanya. “Nggak apa-apa. Aku senang kok. Senang sekali. Senang melihatmu bahagia kayak gini.” Mendengar perkataanku, Raka langsung tersenyum bahagia. Senyumnya itu menandakan kalau ia merasa sangat bahagia. Aku berusaha tersenyum dihadapannya. Meskipun itu adalah sebuah senyuman palsu. Melihatmu bahagia kayak gini, aku cukup senang. Meskipun kau tak tau apa yang tengah aku rasakan saat ini.
Sejak pembicaraanku dengan Raka itu, aku memilih untuk mengurung diri di kamar sampai malam. Aku hanya keluar saat makan malam saja. Di kamar, aku meraih sebuah buku tulis–aku tidak terlalu memperhatikan itu buku tulis apa–yang telah berisi setengah. Kubuka halaman yang masih kosong secara acak.
Lalu kutuliskan semua isi hatiku disitu :
Apa yang spesial darinya? Sehingga kau memilih untuk kembali kepadanya. Tak ingatkah kau akan 1 hal? Dia...dia pernah menyakitimu dulu.
Lalu kubuka lembaran kosong & aku tulis lagi disitu :
Apa...hatimu sudah tertutup buat orang lain sehingga kau memilih kembali pada orang yang pernah menyakitimu dulu. Kenapa kau tak bisa membuka hatimu buat orang lain?
Kubuka lembaran kosong lagi & aku tulis lagi disitu :
Saat aku tau kau tengah rapuh, aku berusaha mengobati luka itu. Tapi..tapi kenapa kau malah memarahiku, Raka? Bahkan perkataanku saat itu, tak kau dengarkan sama sekali. Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus memberikan senyuman palsuku itu lagi diatas kebahagiaanmu? Aku tak bisa, aku tak bisa memungkiri kalau aku suka sama kamu, Raka. Aku...aku telah terjebak dalam perasaanku sendiri padamu.
Kubuka lembaran kosong lagi & aku tulis lagi disitu :
Apakah mencintaimu adalah sebuah kesalahan bagiku?
Kututup buku itu. Air mataku yang keluar saat itu juga tak bisa aku tahan. Biarkanlah air mata ini menetes. Air mata ini telah mewakili hatiku merasakan akan kesedihan yang aku alami saat ini.
Keesokan harinya, di kelas. Raka meminjam buku tulis Ppknku karena ia belum sempat menyalin materi kemarin. Tanpa berpikir panjang aku langsung meminjam bukuku pada Raka & aku langsung meninggalkannya di kelas. Raka segera mengambil buku itu. Memang Raka jarang mencatat materi yang diberikan oleh guru sehingga ia sering meminjam bukuku.
Kali ini aku mendapati sikap Raka yang tidak biasa padaku setelah waktu hampir menunjukkan jam pulang sekolah. Tatapannya itu sungguh aneh padaku. Apa yang tengah terjadi padanya? Sejak dari jam ke 4 pelajaran tadi ia sama sekali tak berbicara sepatah kata pun padaku. Bahkan wajahnya cenderung muram.
Saat aku hendak pulang, tiba-tiba Raka menarik tanganku tanpa berbicara sepatah kata pun padaku. Ia membawaku ke lantai 2 sekolah. Apa maksudnya ini? Aku sama sekali tidak mengerti mengapa Raka membawaku kesini.
“Aku mau tanya sesuatu ke kamu. Kamu harus jawab jujur.” sambil mencondongkan badannya dihadapanku. “Kamu kenapa sih? Serius amat bicaranya. Ada apa?” tanyaku penasaran. “Apa benar tulisan-tulisan yang ada di buku tulis kamu ini benar tulisan kamu?” katanya sambil mengeluarkan buku tulis itu yang ada dalam tasnya. Aku sempat heran dengan tatapan wajahnya Raka padaku. “Tulisan? Tulisan apa sih? Catatan materinya ada yang salah ya?” kataku. “Kau tak ingat tulisan apa yang pernah kau tulis di halaman belakang buku tulismu itu?” sambil membuka buku tulis itu. Semakin lama aku seperti orang bodoh yang tiba-tiba aku tak dapat mengingat apa yang aku tulis sebelumnya.
“Apa maksudnya ini, Rara? Ini bukan tulisan kamu kan?” tanyanya sambil menunjukkan tulisan itu padaku. Saat aku membacanya, aku langsung terkejut. Rasanya aliran darah pada nadiku sontak berhenti sejenak. Jantungku berdebar kencang saat itu. Aku tak dapat berkata apa-apa waktu itu. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku. Ya Allah, apa yang harus aku katakan pada Raka?
“Ra, jawab pertanyaan aku. Yang kamu tulis ini bohongan kan?” sambil menggoyang bahuku. Apapun yang terjadi, aku harus katakan yang sebenarnya pada Raka. pikirku saat itu juga. Sambil menarik nafas dalam-dalam aku mulai membuka mulutku & mulai berkata, “Itu benar. Aku yang nulis semuanya.” Kataku seketika itu. Aku bisa merasakan ada sedikit kekecewaan pada raut muka Raka setelah mendengar perkataanku. Berbicara jujur padanya cukup membuat aku lega tapi disisi lain, aku takut...aku takut kalau Raka akan menjauhiku. Beberapa menit berlalu, kami berdua saling diam. Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut Raka. Aku pun demikian, menangis adalah salah satu cara seseorang untuk mengekspresikan perasaannya saat itu. Air mataku kembali menetes, air mata yang sama saat aku menulis ‘tulisan’ itu di bukuku.
“Raka..aku minta maaf. Seharusnya aku sadar dari dulu kalau aku harus menghilangkan perasaanku ini padamu. Tapi...aku tak berdaya. Perasaan itu...perasaan yang salah itu tumbuh seiring berjalannya waktu. Aku...aku.” belum selesai aku berbicara, Raka langsung memotong perkataanku. “Rara, kamu nggak salah. Aku yang bodoh, selama ini aku nggak sadar akan hal ini. Aku terlalu egois memikirkan diriku sendiri.” jawabnya. “Tapi Raka..” seketika itu Raka langsung memegang bahuku. “Aku hargai perasaanmu itu padaku. Tapi maafkan aku, aku tidak bisa membalas perasaanmu itu. Hatiku sudah ada yang memiliki. Tapi kau adalah temanku, kau boleh anggap aku sebagai teman dekatmu tak lebih dari itu.” Mendengarnya, sontak membuatku ingin memeluknya. Aku memeluk Raka seketika itu juga & air mataku tak henti-hentinya menetes karena air mata ini adalah air mata kebahagiaanku.
Banyak orang bilang kalau masa-masa SMA itu masa yang paling indah. Katanya sih, masa SMA adalah masa dimana para remaja mencari jati diri, masa peralihan dari masa remaja menjadi dewasa, atau masa dimana seseorang mulai mengenal cinta. Hari ini, pagi ini aku resmi menjadi siswa SMA baru. Hari pertama MOS kali ini tidak begitu menarik menurutku. Tetapi hari-hari berikutnya aku merasa ada yang berbeda dengan kedatangan murid baru. Iya anak cowok yang telat masuk dari hari pertama. Menurutku sih anaknya biasa-biasa aja, anaknya tinggi, kulitnya kecoklat-coklatan. Apa yang spesial dengannya? Tapi yang membuat aku heran adalah rata-rata teman cewekku di kelas mengaguminya atau bahkan menyukainya. Benar-benar aneh. Memang sih aku akui wajahnya agak sedikit tampan, tapi... ah sudahlah ngapain aku mikirin dia? Nggak penting juga.
Seminggu kemudian pengumuman pembagian kelas baru diumumkan. Papan pengumumannya penuh dengan para siswa. Aku pun turut berdesakan melihat hasil pengumuman itu. Saat aku lihat satu persatu nama siswa yang ada di daftar, “Apa? Raka Adiputra sekelas denganku? Kok bisa gitu sih?” aku terkejut saat melihat nama anak itu ternyata sekelas sama aku. “Memangnya kenapa? Nggak suka ya?” aku pun sontak menoleh ke arah salah satu siswa disampingku. Betapa terkejutnya aku saat melihatnya, melihat ia berada di sebelahku & ia mendengar perkataanku tadi. Raka berada disebelahku saat itu. Aku tak bisa berkata apa-apa saat melihatnya. Aku hanya bisa bengong dihadapannya. Andai saja aku tak berkata begitu tadi, hal ini tak akan terjadi. Seketika itu aku langsung pergi meninggalkannya tapi Raka malah memanggilku & ia membuatku menghentikan langkahku, “Kenapa malah pergi? Ada apa dengan Raka Adiputra? Apa kau punya masalah dengannya?” tanyanya sambil ia berjalan mendekatiku. “Oh ehm nggak. Nggak ada apa-apa kok.” jawabku dengan sedikit gugup & aku pun pergi meninggalkannya.
Sudah 2 minggu ini aku sekelas dengan Raka. Rasanya dunia ini berjalan sangat cepat. Dulu waktu pertama kali ketemu, aku selalu nethink padanya. Tapi setelah mengenalnya, ternyata ia baik juga. Aku pikir Raka itu anaknya nggak asik, sombong tapi setelah aku lihat selama ini ternyata nggak juga. Semakin lama aku makin akrab dengannya, dengan Raka. Iya bisa dibilang aku dengan Raka cukup dekat. Tapi semua ini cuma sebagai teman karena Raka sendiri udah punya pacar. Iya meskipun begitu, tak masalah bukan? Selain itu, Raka sering menceritakan apapun. Entah itu saat ia mengalami masalah ataupun saat bahagia. Sejauh ini aku nggak nyangka dengan keadaanku sekarang. Yang awalnya benci dengan Raka, sekarang malah jadi teman. Takdir memang selalu memberikan kejutan bagi semua orang, tak terkecuali aku.
Seminggu kemudian pengumuman pembagian kelas baru diumumkan. Papan pengumumannya penuh dengan para siswa. Aku pun turut berdesakan melihat hasil pengumuman itu. Saat aku lihat satu persatu nama siswa yang ada di daftar, “Apa? Raka Adiputra sekelas denganku? Kok bisa gitu sih?” aku terkejut saat melihat nama anak itu ternyata sekelas sama aku. “Memangnya kenapa? Nggak suka ya?” aku pun sontak menoleh ke arah salah satu siswa disampingku. Betapa terkejutnya aku saat melihatnya, melihat ia berada di sebelahku & ia mendengar perkataanku tadi. Raka berada disebelahku saat itu. Aku tak bisa berkata apa-apa saat melihatnya. Aku hanya bisa bengong dihadapannya. Andai saja aku tak berkata begitu tadi, hal ini tak akan terjadi. Seketika itu aku langsung pergi meninggalkannya tapi Raka malah memanggilku & ia membuatku menghentikan langkahku, “Kenapa malah pergi? Ada apa dengan Raka Adiputra? Apa kau punya masalah dengannya?” tanyanya sambil ia berjalan mendekatiku. “Oh ehm nggak. Nggak ada apa-apa kok.” jawabku dengan sedikit gugup & aku pun pergi meninggalkannya.
Sudah 2 minggu ini aku sekelas dengan Raka. Rasanya dunia ini berjalan sangat cepat. Dulu waktu pertama kali ketemu, aku selalu nethink padanya. Tapi setelah mengenalnya, ternyata ia baik juga. Aku pikir Raka itu anaknya nggak asik, sombong tapi setelah aku lihat selama ini ternyata nggak juga. Semakin lama aku makin akrab dengannya, dengan Raka. Iya bisa dibilang aku dengan Raka cukup dekat. Tapi semua ini cuma sebagai teman karena Raka sendiri udah punya pacar. Iya meskipun begitu, tak masalah bukan? Selain itu, Raka sering menceritakan apapun. Entah itu saat ia mengalami masalah ataupun saat bahagia. Sejauh ini aku nggak nyangka dengan keadaanku sekarang. Yang awalnya benci dengan Raka, sekarang malah jadi teman. Takdir memang selalu memberikan kejutan bagi semua orang, tak terkecuali aku.
Namun akhir-akhir ini, Raka tak seperti biasanya. Ia sering murung tanpa alasan. Saat aku tanyakan mengapa ia murung, ia tetap diam saja. Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Saat aku melihatnya di kantin sendirian, aku mencoba untuk menghampirinya & menanyakan apa yang tengah terjadi padanya. Saat aku duduk di dekatnya, aku tak tega melihatnya saat itu. Ia melamun sambil memandangi minuman dihadapannya itu. “Raka, kamu kenapa? Akhir-akhir ini aku liat kamu kok kamu sering melamun? Ada apa?” tanyaku penasaran. Tapi Raka tetap bungkam, ia tak mau menjawab perkataanku tadi. “Raka, kalau ada masalah cerita sama aku ya.” kataku. “Aku baru putus sama pacarku.” akhirnya Raka cerita juga. Tapi...apa yang dia bilang? Baru putus? Iya ampun aku pikir ada masalah serius dengannya. Raka, seorang cowok yang aku kenal selama ini, cowok yang selalu riang tapi bisa bersikap begitu setelah putus dari pacarnya? Aku benar-benar nggak nyangka. “Raka, kamu itu cowok. Kamu harus tegar dong. Masa’ gara-gara diputusin aja udah sering ngelamun kayak gini? Kamu itu jangan...” belum selesai aku bicara Raka langsung memotong ucapanku. “Kamu nggak tau apa-apa, Rara. Selama ini aku sangat menyayanginya.!” katanya. Aku tak percaya dengan apa yang aku hadapi saat ini. Aku mencoba menenangkannya tapi ia malah memarahiku. “Apa yang salah denganku, Raka? Aku cuma ingin membantumu. Sebenarnya aku nggak mau ikut campur masalahmu ini, tapi aku nggak tega ngeliat kamu terus-terusan murung kayak gini. Buat apa kamu masih mikirin dia yang telah menyakitimu?” mendengar perkataanku ini justru membuat Raka marah padaku, “Aku nggak mau dikasihani, apalagi sama seorang cewek seperti kamu! Sebelumnya, aku juga nggak minta kamu buat nasihatin aku, bukan?”
Apa aku tak salah dengar barusan? Raka berbicara seperti itu padaku? Apa yang ada di pikiranmu saat ini, Raka? kenapa kau bisa berkata seperti itu padaku? Rasanya ada gejolak dalam perasaanku ini. Aku berusaha menahan rasa marahku ini padanya, aku nggak nyangka Raka bisa berkata seperti itu padaku. Seketika itu aku langsung pergi meninggalkannya. Meninggalkannya sendiri dalam kesedihannya itu.
Semenjak kejadian itu, aku sama sekali belum berbicara apa-apa lagi padanya. Saat bertemu dia pun, aku memilih untuk diam padanya. Rasanya teman yang dulu aku kenal itu, teman yang selalu riang, selalu bersamaku. Kini ia telah menjauhiku. Aku benar-benar nggak ngerti apa yang ada di pikirannya saat ini. Menjauhiku? Apa itu jalan keluarnya, Raka? Lamunanku berhenti saat hpku bergetar saat itu. Kubuka hpku dan ternyata...
1 message from Raka. Seketika itu aku langsung membacanya.
“Rara, aku minta maaf soal kejadian waktu itu di kantin. Gara-gara kejadian itu, hubungan pertemanan kita jadi renggang. Aku nggak tau kamu masih marah sama aku apa enggak. Yang jelas aku minta maaf padamu atas kelakuanku waktu itu. Sebagai rasa maafku, aku mau ngajak kamu makan nanti pas pulang sekolah. Kamu mau kan?”
Kumasukkan hpku ke dalam tas. Aku tak mau membalas pesan dari Raka. Aku tak tau apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Iya meskipun ia telah meminta maaf padaku, tapi rasanya hati ini masih berat untuk memaafkannya. Aku pergi ke kantin untuk membeli makanan & aku pun pergi ke taman sekolah untuk menenangkan pikiranku. Melihat keindahan taman sekolah, sejenak dapat melupakanku akan masalahku dengan Raka. Tak lama kemudian teett..tett..teettt... bel masuk pelajaran terakhir telah berbunyi. Segera aku berjalan menuju kelas dengan wajah yang muram.
Sesampainya aku di kelas, kubuka hpku saat itu. Saat kubuka ada 10 pesan dari Raka & 3 misscall darinya. Isi smsnya sama. Meminta maaf padaku & mengajakku makan. Dengan berat hati aku langsung membalas pesan darinya :
“Iya, aku mau.”
Tanpa berpikir panjang aku langsung mengirim pesan itu. Tak perlu mengetik pesan panjang-panjang. Toh, dia pasti sudah mengerti kalau aku masih marah padanya.
Sepulang sekolah Raka menungguku di depan sekolah dengan sepeda motornya. Ia mengajakku ke kedai siomay kesukaanku yang letaknya tak jauh dari sekolah. Sesampainya disana, Raka langsung memesan 2 porsi siomay. Aku masih diam saat itu, seketika itu juga Raka langsung bertanya padaku, “Aku minta maaf Rara. Aku tau kamu masih marah padaku atas sikapku yang terlalu kasar padamu. Maafkan aku ya Rara.” katanya sambil tersenyum dihadapanku. Melihat senyumannya yang manis itu, tak tega rasanya jika tidak memaafkannya. Aku pun langsung menganggukkan kepalaku. “Tapi, kalau kamu udah maafin aku. Kenapa kamu masih murung? Apa kamu nggak ikhlas maafin aku?” tanyanya penasaran. “Ehm enggak kok. Aku nggak apa-apa. Aku udah maafin kamu. Aku senang melihatmu nggak sedih lagi.” kataku seketika itu sambil tersenyum dihadapannya. Kalau boleh aku akui padamu, Raka....aku sangat sedih kalau kita bertengkar kayak gini. Baikan lebih baik, bukan? “Wei, kok malah diam? Ada apa?” sontak Raka langsung membuyarkan lamunanku saat itu. Aku sontak menggeleng padanya. Tak lama pesanan kami datang. Sudah lama rasanya makan bareng sama Raka. Hmm, hari ini bisa dibilang hari yang paling bahagia buatku.
“Oh ya, ada yang mau ceritain ke kamu. Berita yang paling membahagiakanku.” katanya sambil tertawa lebar. “Apa itu?” tanyaku penasaran. “Kemarin, aku baru aja balikan sama Putri. Kamu tau nggak, Rara. Aku seneng banget. Pokoknya mulai sekarang aku akan menjaga hubunganku ini dengan Putri. Aku sangat sayang padanya jadi aku nggak mau kehilangan dia untuk kedua kalinya.” katanya sambil tersenyum riang. Seketika itu pun aku terdiam. Apa? Balikan? Raka sama Putri balikan? Apa aku tak salah dengar? Kata-kata yang baru keluar dari mulutnya Raka begitu menusuk hatiku. Apa yang tengah terjadi padaku? Kenapa aku tak begitu senang mendengarnya? Apa aku selama ini.... Ahh, tidak mungkin.
“Rara, ada apa? Kelihatannya kamu nggak begitu senang mendengarnya?” tanyanya. “Nggak apa-apa. Aku senang kok. Senang sekali. Senang melihatmu bahagia kayak gini.” Mendengar perkataanku, Raka langsung tersenyum bahagia. Senyumnya itu menandakan kalau ia merasa sangat bahagia. Aku berusaha tersenyum dihadapannya. Meskipun itu adalah sebuah senyuman palsu. Melihatmu bahagia kayak gini, aku cukup senang. Meskipun kau tak tau apa yang tengah aku rasakan saat ini.
Sejak pembicaraanku dengan Raka itu, aku memilih untuk mengurung diri di kamar sampai malam. Aku hanya keluar saat makan malam saja. Di kamar, aku meraih sebuah buku tulis–aku tidak terlalu memperhatikan itu buku tulis apa–yang telah berisi setengah. Kubuka halaman yang masih kosong secara acak.
Lalu kutuliskan semua isi hatiku disitu :
Apa yang spesial darinya? Sehingga kau memilih untuk kembali kepadanya. Tak ingatkah kau akan 1 hal? Dia...dia pernah menyakitimu dulu.
Lalu kubuka lembaran kosong & aku tulis lagi disitu :
Apa...hatimu sudah tertutup buat orang lain sehingga kau memilih kembali pada orang yang pernah menyakitimu dulu. Kenapa kau tak bisa membuka hatimu buat orang lain?
Kubuka lembaran kosong lagi & aku tulis lagi disitu :
Saat aku tau kau tengah rapuh, aku berusaha mengobati luka itu. Tapi..tapi kenapa kau malah memarahiku, Raka? Bahkan perkataanku saat itu, tak kau dengarkan sama sekali. Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus memberikan senyuman palsuku itu lagi diatas kebahagiaanmu? Aku tak bisa, aku tak bisa memungkiri kalau aku suka sama kamu, Raka. Aku...aku telah terjebak dalam perasaanku sendiri padamu.
Kubuka lembaran kosong lagi & aku tulis lagi disitu :
Apakah mencintaimu adalah sebuah kesalahan bagiku?
Kututup buku itu. Air mataku yang keluar saat itu juga tak bisa aku tahan. Biarkanlah air mata ini menetes. Air mata ini telah mewakili hatiku merasakan akan kesedihan yang aku alami saat ini.
Keesokan harinya, di kelas. Raka meminjam buku tulis Ppknku karena ia belum sempat menyalin materi kemarin. Tanpa berpikir panjang aku langsung meminjam bukuku pada Raka & aku langsung meninggalkannya di kelas. Raka segera mengambil buku itu. Memang Raka jarang mencatat materi yang diberikan oleh guru sehingga ia sering meminjam bukuku.
Kali ini aku mendapati sikap Raka yang tidak biasa padaku setelah waktu hampir menunjukkan jam pulang sekolah. Tatapannya itu sungguh aneh padaku. Apa yang tengah terjadi padanya? Sejak dari jam ke 4 pelajaran tadi ia sama sekali tak berbicara sepatah kata pun padaku. Bahkan wajahnya cenderung muram.
Saat aku hendak pulang, tiba-tiba Raka menarik tanganku tanpa berbicara sepatah kata pun padaku. Ia membawaku ke lantai 2 sekolah. Apa maksudnya ini? Aku sama sekali tidak mengerti mengapa Raka membawaku kesini.
“Aku mau tanya sesuatu ke kamu. Kamu harus jawab jujur.” sambil mencondongkan badannya dihadapanku. “Kamu kenapa sih? Serius amat bicaranya. Ada apa?” tanyaku penasaran. “Apa benar tulisan-tulisan yang ada di buku tulis kamu ini benar tulisan kamu?” katanya sambil mengeluarkan buku tulis itu yang ada dalam tasnya. Aku sempat heran dengan tatapan wajahnya Raka padaku. “Tulisan? Tulisan apa sih? Catatan materinya ada yang salah ya?” kataku. “Kau tak ingat tulisan apa yang pernah kau tulis di halaman belakang buku tulismu itu?” sambil membuka buku tulis itu. Semakin lama aku seperti orang bodoh yang tiba-tiba aku tak dapat mengingat apa yang aku tulis sebelumnya.
“Apa maksudnya ini, Rara? Ini bukan tulisan kamu kan?” tanyanya sambil menunjukkan tulisan itu padaku. Saat aku membacanya, aku langsung terkejut. Rasanya aliran darah pada nadiku sontak berhenti sejenak. Jantungku berdebar kencang saat itu. Aku tak dapat berkata apa-apa waktu itu. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku. Ya Allah, apa yang harus aku katakan pada Raka?
“Ra, jawab pertanyaan aku. Yang kamu tulis ini bohongan kan?” sambil menggoyang bahuku. Apapun yang terjadi, aku harus katakan yang sebenarnya pada Raka. pikirku saat itu juga. Sambil menarik nafas dalam-dalam aku mulai membuka mulutku & mulai berkata, “Itu benar. Aku yang nulis semuanya.” Kataku seketika itu. Aku bisa merasakan ada sedikit kekecewaan pada raut muka Raka setelah mendengar perkataanku. Berbicara jujur padanya cukup membuat aku lega tapi disisi lain, aku takut...aku takut kalau Raka akan menjauhiku. Beberapa menit berlalu, kami berdua saling diam. Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut Raka. Aku pun demikian, menangis adalah salah satu cara seseorang untuk mengekspresikan perasaannya saat itu. Air mataku kembali menetes, air mata yang sama saat aku menulis ‘tulisan’ itu di bukuku.
“Raka..aku minta maaf. Seharusnya aku sadar dari dulu kalau aku harus menghilangkan perasaanku ini padamu. Tapi...aku tak berdaya. Perasaan itu...perasaan yang salah itu tumbuh seiring berjalannya waktu. Aku...aku.” belum selesai aku berbicara, Raka langsung memotong perkataanku. “Rara, kamu nggak salah. Aku yang bodoh, selama ini aku nggak sadar akan hal ini. Aku terlalu egois memikirkan diriku sendiri.” jawabnya. “Tapi Raka..” seketika itu Raka langsung memegang bahuku. “Aku hargai perasaanmu itu padaku. Tapi maafkan aku, aku tidak bisa membalas perasaanmu itu. Hatiku sudah ada yang memiliki. Tapi kau adalah temanku, kau boleh anggap aku sebagai teman dekatmu tak lebih dari itu.” Mendengarnya, sontak membuatku ingin memeluknya. Aku memeluk Raka seketika itu juga & air mataku tak henti-hentinya menetes karena air mata ini adalah air mata kebahagiaanku.
PROFIL PENULIS
NAMA : asli4d.com
FACEBOOK :amelia jocelyn
lihat berita lengkap selanjut nya
klik link di bawah ini:
email yahoo / ym : asli4d@yahoo.com
gmail : asli4d@gmail.com
twitter : asli4d_official
skype : asli4d
pin bbm : 2B915CD1
FACEBOOK :amelia jocelyn
lihat berita lengkap selanjut nya
klik link di bawah ini:
email yahoo / ym : asli4d@yahoo.com
gmail : asli4d@gmail.com
twitter : asli4d_official
skype : asli4d
pin bbm : 2B915CD1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar